Thursday, March 19, 2020

Nyadran, Perempuan dan Perdamaian

Iring-iringan itu sempat terhenti ketika memasuki wilayah kuburan  .... Para laki-laki yang membawa tenong-tenong berisi kue-kue dan makanan, sejenak melepas lelah. Para perempuan dan anak-anak yang membawa rantang-rantang berisi makanan juga rehat sebentar. Dalam hitungan menit, rombongan kembali bergerak perlahan menaiki bukit kecil, tempat peristirahatan para leluhur kedua Dusun yang menyelenggarakan Nyadran. Pas di pintu Makam Gletuk, Pak Kepala Dusun dan jajaran panitia sepertinya, menyalami  satu per satu setiap orang yang masuk di area makam. Mereka mempersilahkan rombongan terus berjalan ke arah depan, agar bisa memenuhi sisi dalam dari area yang sudah disiapkan untuk nyadran. Yah...Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur. Tapi menurut orang lokal, ada juga nyadran sumber air dan nyadran panen, kesemuanya ditujukan untuk menunjukkan rasa nyukur kepada para leluhur yang telah berjasa pada kemakmuran desa.

Tuesday, January 14, 2020

Menyongsong 10 Agenda Politik Perempuan 2020-2024

Personal is Political. Begitu jargon feminist sering didengungkan. Maksudnya tidak ada yang personal yang tidak politis buat perempuan. Artinya bahwa segala pengalaman personal yang dialami perempuan, berhubungan dengan keputusan politik. Olehkarenanya wajar kalau gerakan perempuan peduli dengan urusan segala aspek kehidupan perempuan mulai di dalam rumah, komunitas, tempat kerja, ruang publik dan segala aspek kehidupan perempuan.

Sunday, November 27, 2016

Pernyataan Sikap: “Indonesia BERAGAM Menuntut Stop Perkawinan Anak”

Pernyataan Sikap  
Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 
“Indonesia BERAGAM Menuntut Stop Perkawinan Anak” 

Kami, masyarakat sipil yang bergabung dalam “Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia BERAGAM”, sebuah gerakan perempuan mewujudkan peradaban Indonesia yang bersih dari korupsi, bebas dari kemiskinan, bebas dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut untuk mencapai keadilan dan keadulatan bagi rakyat miskin, perempuan dan kelompok marginal. Dalam rangka peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Indonesia BERAGAM Januari 2014 dengan anggota 192 organisasi dari 200 kabupaten/kota Indonesia menuntut penghentian perkawinan anak di Indonesia. 

Perkawinan Anak usia dibawah 18 tahun terutama anak perempuan merupakan masalah krusial di Indonesia karena berdampak langsung terhadap memburuknya kualitas kesehatan perempuan, pendidikan anak perempuan dan kemiskinan perempuan terutama perempuan yang menjalani kehidupan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam negeri dan migran. Dengan demikian, perkawinan anak akan berdampak langsung terhadap tingkat pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) dan sekaligus Indeks Pembangunan Gender. Berbagai instrumen hukum perlindungan perempuan dan komitmen Indonesia dan yang terkini berupa komitmen SDGs menunjukkan adanya jaminan negara untuk melakukan penghapusan perkawinan anak. Ironinya demikian, Indonesia masih memberlakukan berbagai produk hukum yang mendiskriminasi perempuan seperti UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Perda-Perda diskriminatif. Hingga kini kondisi anak perempuan masih menjadi problem besar, Indonesia menempati ranking ke-37 dari 73 negara dan ranking kedua di ASEAN setelah Kamboja berdasarkan data dari  World Fertility Policies United Nations 2011.